Oleh: MazOyiek (alumni PPBU)
Sebuah profesi seharusnya adalah sebuah panggilan jiwa yang diwujudkan dalam karya pelayanan oleh sekelompok orang yang memiliki kualifikasi yang tinggi untuk melaksanakan kerja yang khusus, yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang tuntas serta pengalaman yang penuh tanggungjawab, dan karena kemuliaan profesi ini mereka yang tidak memenuhi syarat tidak dapat diterima sebagai rekan seprofesi. Menjadi anggota sebuah profesi dengan demikian adalah sebuah kontrak untuk melayani masyarakat, melampaui semua bentuk kewajiban kepada klien atau majikan, sebagai imbalan atas keistimewaaan perlakuan masyarakat kepada profesi tersebut. Sebuah tantangan professional guru yang telah terjadi cukup lama adalah saat para guru membiarkan perampasan kompetensi profesionalnya dirampas begitu saja oleh sebuah komputer bodoh melalui Ujian Nasional untuk menentukan kelulusan para siswa yang bertahun-tahun dididiknya. Ujian Nasional merupakan salah satu perangkat kebijakan paling menonjol dalam proses penggerusan kewibawaan guru, dan penghancuran profesionalisme guru. Membiarkan hal ini terus terjadi merupakan pengingkaran atas tanggungjawab professional guru. Jika pemerintah menganggap bahwa para guru tidak kompeten atau tidak dipercaya untuk melakukan evaluasi belajar peserta didik dan menentukan kelulusan mereka, bagaimana mereka bisa dibiarkan bekerja sebagai guru? Peserta didik sebagai konsumen jasa pendidikan (yang dalam banyak kasus tidak gratis, bahkan semakin mahal) yang dihasilkan oleh guru, jelas amat dirugikan. Di samping itu, sekolah yang membiarkan peserta didiknya ditentukan kelulusannya oleh pihak yang tidak kompeten adalah sekolah yang tidak layak dipercaya, karena tidak bertanggungjawab. Sekolah telah menerima imbalan dari para konsumen jasa pendidikan, tapi di akhir proses menyerahkan hasil kerjanya kepada pihak lain (sebuah komputer bodoh di Jakarta)? Ketinggian mutu layanan tertentu yang bermartabat dan dihormati disebabkan terutama karena layanan tersebut diberikan oleh para professional. Siapakah para professional ini? Mereka adalah sekelompok orang yang terorganisasi yang mempunyai tujuan sama, bekerja dengan suatu kode etik yang ditaati secara konsisten dan senantiasa berusaha mencapai hasil karya lebih baik, lebih sempurna, serta selalu berusaha meningkatkan keahlian profesionalnya agar dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi ilmu pengetahuan yang melandasi profesinya. Layanan profesional yang sanggup diberikan oleh beragam masyarakat profesi akan ikut menentukan kualitas hidup masyarakat tersebut. Apabila masyarakat profesional tidak sanggup menjunjung tinggi etika profesionalnya, maka masyarakat akan dirugikan karena banyak ragam layanan profesional yang tidak konsisten mutunya, sehingga banyak biaya-biaya transaksi sosial ekonomi menjadi lebih tinggi. Pelanggaran etika profesi akan secara lambat tapi pasti mendegradasikan citra dan kepercayaan masyarakat atas sebuah profesi, dan akhirnya merugikan mereka yang sungguh-sungguh menjunjung tinggi kehormatan profesi tersebut. Dari sudut pandang apapun, guru adalah salah satu profesi yang terpenting dalam sebuah peradaban. Jauh lebih penting dari pada profesi insinyur misalnya. Pendidikan sebagai upaya sadar yang terencana untuk mengembangkan seluruh ragam potensi manusia sebagai peserta didik sudah jelas menempatkan guru sebagai profesi yang paling menantang. Oleh karena itu, membangun sebuah masyarakat atau organisasi guru yang membangun profesionalitas guru merupakan bagian strategi yang paling penting untuk memperbaiki mutu guru, dan akhirnya menentukan mutu pendidikan nasional kita. SERTIFIKASI GURU Sebagaimana sertifikasi insinyur akan menentukan kualitas jasa profesi insinyur, langkah terpenting dalam membangun masyarakat guru yang profesional adalah melalui sertifikasi guru. Sertifikasi profesi merupakan sebuah prosedur penilaan baku atas kelayakan seseorang untuk memberikan layanan profesional. Sertifikasi dilakukan oleh sebuah lembaga yang independen dan memiliki kredibilitas yang tinggi. Tergantung pada track record nya (catatan profesional), seseorang memiliki kelas kelayakan profesi tertentu. Semakin baik dan meyakinkan catatan profesionalnya, seseorang diberi pengakuan yang lebih tinggi (diakui mampu untuk memberikan jasa profesional yang lebih kompleks dan lebih menantang). Selanjutnya, kompensasi dan penghargaan yang pantas diberikan bagi seorang profesional akan ditentukan oleh mutu dan kompleksitas layanan profesional yang sanggup diberikannya. Masyarakat profesi perlu mempertahankan kredibilitas proses sertifikasi ini agar kepercayaan masyarakat pada profesi tersebut dapat dijaga, bahkan ditingkatkan sehingga semakin bermartabat sebagaimana terlihat dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat yang mengambil manfaat atas layanan profesi tersebut. Kualitas jasa layanan profesi guru pada akhirnya akan menentukan tingkat kesejahteraan guru. Penghasilan dan gaji guru akan ditentukan secara wajar oleh tingkatan profesionalitas para guru sendiri, terutama bagaimana mereka mengemban etika guru sebagai sebuah profesi. Untuk membangun masyarakat guru yang profesional paling tidak diperlukan dua pendekatan pokok. Pendekatan pertama bersifat kultural di mana setiap guru – dengan kesanggupan sendiri dan diorganisasikan oleh organisasi guru- harus memulai prakarsa untuk sanggup mengemban tanggungjawab profesional sebagai berikut : Kemampuan mengarahkan diri sendiri menghasilkan layanan pendidikan yang terbaik Kemampuan menghayati dan memenuhi kepentingan umum Kemampuan bekerja dalam sebuah kelompok atau tim Kemampuan spesifik keguruan, yang dilandasi kemampuan intelektual dan keterampilan teknis, berupa kompetensi dan kesiapan melaksanakan pekerjaan keguruan secara kreatif dan beretika. STANDAR PROFESI GURU Hal penting lainnya adalah standar profesi guru (SPG). SPG seharusnya dirumuskan untuk mendefinisikan ruang lingkup pekerjaan guru sebagai sebuah profesi, dan sebuah platform untuk melakukan refleksi atas kinerja profesi guru sebagai sebuah karir. Berbeda dengan profesi lainnya, profesi guru adalah profesi yang kompleks. Kompleksitas ini ditimbulkan oleh fitrah pendidikan sebagai wahana pengantar anak didik ke masa depan. Karena masa depan dicirikan oleh ketidakpastian dan ketidakjelasan, maka hanya warga yang kreatif yang akan sanggup beradaptasi secara produktif dan bertanggungjawab di dalam lingkungan yang penuh ketidakpastian dan ketidakjelasan ini. Oleh karena itu, SPG harus dinyatakan secara generik, dan ditujukan untuk membangun kompetensi kreatif guru sebagai model manusia yang kreatif. Rumusan SPG Pemerintah negara bagian Queensland dapat dijadikan sebagai rujukan penyusunan SPG ini. Tuntutan rumusan kompetensi generik ini juga akan mencerminkan peluang interpretasi yang disebabkan oleh keragaman latar belakang budaya, lokalitas, jenjang dan jalur pendidikan, tugas tambahan yang dikerjakan guru, serta setting sosial di mana guru bekerja. Rumusan generik ini juga memberi ruang pertama bagi kreatifitas guru. SPG Queensland misalnya mencakup tugas-tugas guru sebagai berikut : Mengembangkan pengalaman belajar yang inovatif dan luwes bagi individu peserta didik, maupun bagi kelompok Memberikan tantangan intelektual yang memadai bagi peserta didik Berpartisipasi dalam upaya pemberantasan buta huruf, buta angka, dan pengembangan bahasa Mengembangkan penguasaan dan pemutakhiran bahan-bahan pembelajaran Berpartisipasi dalam pengembangan para remaja dan pemuda Mengembangkan suasana pembelajaran yang tidak diskriminatif, dan mendorong pemahaman lintas budaya Mengembangkan pembelajaran yang menjangkau lingkungan di luar sekolah Melakukan evaluasi belajar murid yang mendorong pengembangan seluruh ranah belajar dan minat murid Mengembangkan pemanfaatan teknologi informasi dalam proses pembelajaran Memberi kontribusi bagi pengembangan profesi guru Pendekatan kedua bersifat struktural sebagaimana terwujud melalui UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam pendekatan struktural ini, Pemerintah harus membangun sebuah politik pendidikan yang jelas, dan diterjemahkan dalam program pembangunan pendidikan yang memberdayakan guru sebagai sebuah profesi yang bermartabat dan dihormati. Rekrutmen guru harus dilakukan melalui mekanisme yang ketat dan transparan. Mereka yang layak sebagaimana dibuktikan melalui proses sertifikasi diberi kompensasi dan penghargaan yang pantas dan menarik. Mereka yang tidak layak harus dikeluarkan dari masyarakat guru. Transformasi IKIP menjadi universitas patut disesalkan sebagai proklamasi ketidakpercayaan diri IKIP mengemban tugas besar menyediakan tenaga guru. Lembaga pendidikan calon guru perlu diperbaiki secara radikal. Citra dan kelembagaan pendidikan guru, dan penelitian pendidikan perlu didukung dengan dana yang memadai. Pengembangan citra guru yang baik masih akan menjadi tantangan beberapa tahun mendatang. Diharapkan, suatu saat mahasiswa lembaga pendidikan calon guru direkrut dan dipilih dari mereka yang paling berminat dan berbakat. PENUTUP Dalam rangka membangun modal sosial yang kuat serta memenangkan persaingan global, Indonesia memerlukan politik pendidikan yang kuat untuk membangun pendidikan yang bermutu secara berkelanjutan. Disamping dukungan anggaran pendidikan yang lebih proporsional, salah satu dimensi politik pendidikan yang diperlukan adalah kebijakan yang mendorong profesionalitas guru melalui desentralisasi pendidikan substantif hingga ke satuan pendidikan (akreditasi), sertifikasi guru dan kelembagaan pendidikan guru yang menarik bagi pemuda yang paling berbakat. Standar Profesi Guru perlu segera dirumuskan untuk menjadi pendoman bagi ikatan profesi guru, dan penyedia jasa pendidikan guru. SPG perlu dinyatakan secara generik untuk merumuskan ruang lingkup tugas/pekerjaan guru, dan sebagai platform refleksi kinerja profesional guru sebagai karir. Tugas guru yang terpenting sebagai pemandu ke masa depan bagi anak didik adalah mengembangkan pengalaman belajar yang inovatif dan luwes, dan memberi tantangan intelektual yang memadai bagi para peserta didik. UU no. 14/2005 telah memberi payung struktural bagi pengembangan profesional guru. Namun demikian, secara kultural masyarakat guru juga perlu menunjukkan bahwa mereka memiliki komitmen untuk mampu mengemban tanggungjawab profesional guru. Untuk itu, organisasi profesi guru perlu berbenah diri untuk sungguh-sungguh meningkatkan profesionalitas guru melalui program sertifikasi guru, dan penegakan etika profesi guru. Salah satu tantangan kultural guru adalah mengambil alih kembali tanggungjawab profesionalnya untuk menentukan kelulusan anak didiknya, bukan menyerahkan kelulusan mereka kepada sebuah komputer bodoh melalui Ujian Nasional.
Sumber : www.tambakberas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar